Bisnis, Jakarta - PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara belum memutuskan untuk mengikuti aturan baru terkait dengan ekspor konsentrat. Keduanya masih mengkaji aturan tersebut.

"Kami sedang mempelajari kemungkinan dampak peraturan ini terhadap perusahaan dan hak-hak yang kami miliki berdasarkan Kontrak Karya tahun 1991," kata Riza Pratama, Juru Bicara PT Freeport Indonesia di Ditjen ESDM, Jakarta, Jumat, 13 Januari 2017.

Baca : Kepastian Perpanjangan Kontrak Freeport, Ini Kata Arcandra

Pemerintah mengeluarkan aturan baru mengenai ekspor konsentrat melalui PP Nomor 1 Tahun 2017. Dalam aturan tersebut, Kontrak Kerja tak lagi diizinkan ekspor konsentrat.

Kontrak Kerja yang ingin mengekspor konsentrat harus mengubah operasi menjadi IUPK dengan komitmen membangun smelter selama lima tahun. Selain itu, perusahaan harus membagi saham sebesar 51 persen kepada pemerintah.

Baca : 32 Smelter Senilai US$20 Miliar Beroperasi di Indonesia

Riza mengatakan aturan tersebut menghentikan kegiatan ekspor konsentrat Freeport. Namun kegiatan operasi berjalan normal. Ia berharap operasi bisa berjalan tanpa terganggu dengan perubahan ini. "Tapi lagi-lagi itu tergantung pada bagaimana pembicaraan dengan pemerintah karena banyak sekali dampaknya untuk kami," katanya.

Pernyataan senada dilontarkan Presiden Direktur Amman Mineral Nusa Tenggara, Rachmat Makkasau. "Kami masih mengkaji PP-nya," kata dia. Menurut Rachmat operasi tambang di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat masih berjalan normal.

Petinggi kedua perusahaan sore ini menemui Direktur Jenderal Minerba Bambang Gatot Ariyono. "Sosialisasi aturan yang baru," kata Bambang.

VINDRY FLORENTIN